Guru adalah seorang
pendidik yang mendidik peserta didik di lingkungan sekolah. Guru bisa diartikan
sebagai kosakata dalam bahasa jawa artinya di “gugu dan di tiru”. Maknanya
adalah bahwa seorang guru dengan segala perkataan dan perbuatan itu bisa
ditiru. Atau bisa diartikan segala
tindak tanduk, sikap perilaku, gaya hidup dilingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat perilaku seorang guru bisa dijadikan contoh langsung bagi peserta
didik dan bagi masyarakat sekitar. Dilingkungan sekolah tugas guru mendidik dan
mengatur peserta didik dalam hal kegiatan belajar, mengajar, dan perilaku. Guru
menyampaikan pelajaran sesuai bidang studi masing-masing agar peserta didik
mengerti. Istilah yang dipakai dalam penyampaian materi pelajaran adalah
menstransfer ilmu yang dimiliki guru untuk disampaikan kepada peserta didik.
Sehingga peserta didik menjadi mengerti dan kemudian mengamalkan ilmu yang
telah ditransfer oleh guru. Untuk menjadi mengerti dan kemudian mengamalkan ilmu
di masyarakat sekitar peserta didik tidaklah mudah seperti membalikkan tangan.
Karena karakter tiap peserta didik tentu sangat berbeda satu dengan yang lain.
Ada yang mudah menerima atau pintar, ada yang menengah atau agak pintar, dan
ada yang dibawah pintar atau kurang pintar. Semua tingkatan karakter diatas
menggambarkan bahwa betapa sulitnya jika seorang guru sedang menyampaikan
materi dengan lengkap dan tuntas. Atau bisa dengan bahasa lain penulis katakan seekor
ayam yang bertelur dan telur itu dierami oleh induknya maka kadang-kadang dan
pasti ada telur yang tidak bisa menetas menjadi anak ayam tetapi ada satu atau
dua yang busuk. Itulah gambaran seorang guru dalam mendidik peserta didik
menurut tingkatan jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA. Semua Itu adalah tantangan
bagi seorang pendidik atau biasa disebut seorang guru. Apalagi sekarang ini
pemerintah melalui DPR memberi apresiasi kepada pendidik terutama guru dan
dosen dengan memberikan Tunjangan Sertifikasi. Anggaran Tunjangan Sertifikasi
ini dianggarkan melalui APBN, sehingga anggaran untuk pendidikan menjadi naik.
Pemberian Tunjangan Sertifikasi ini dimaksudkan agar kinerja dan tanggung jawab
sebagai guru lebih bagus dan profesional. Untuk mendapatkan Tunjangan ini guru
harus melalui beberapa tahap, ada yang jalur portofolio, jalur diklat, dan
jalur langsung mendapat bagi yang sudah berumur lebih 40 tahun denga masa kerja
lebih dari 25 tahun. Alasan pemberian Tunjangan Sertifikasi ini oleh Pemerintah
dan DPR karena Guru dan Dosen adalah pilar utama dalam pembangunan bangsa.
Simple saja jika bangsa ini masyarakatnya pintar maka bangsa ini akan menjadi
bangsa yang besar. Ekonomi maju, teknologi berkembang pesat, pembangunan
lancar, masyarakat makmur di segala bidang, dan lain sebagainya. Atau bisa
dikatakan bahwa Guru dan Dosen itu termasuk tugas yang mulia. Bahkan lagu hymne
guru yang diawali dengan cuplikan bait kata, “terpujilah engkau wahai ibu bapak
guru, namamu akan selalu hidup dalam sanubariku, engkau laksana embun penyejuk,
engkaulah patriot bangsa tanpa tanda jasa/ insan cendekia. Sudah jelas
kata-kata yang dituliskan dalam hyme guru tersebut. Bahkan mungkin ada yang
tidak cocok dengan perilaku dan sikap seorang guru manakala guru berurusan
dengan pihak yang berwajib. Terus ada lagi tanpa tanda jasa maksudnya tanpa
embel-embel seperti pangkat tingkatan dalam kepolisian atau dalam kemiliteran
guru tidak mendapat, akan tetapi dari segi kesejahteraan mengalahkan semua PNS
yang ada dilingkungan pemerintah daerah dan pusat. Makanya sekarang bait kata
terakhir hymne guru karangan dari Saranto
itu diganti dengan “insan cendekia”.
Nah, berkaitan pada paragraf pertama, guru tanpa disuruh pun
atau secara otomatis sudah berperan aktif dalam membangun budaya karakter bangsa
terutama pada kejujuran akademik. Orang tua mendambakan anaknya yang pintar,
jujur, disiplin, berakhlak mulia, suka menolong, toleransi, bekerja keras, dan
lain sebagainya. Kalimat di atas adalah tujuan dari orang tua sehingga anaknya
disekolahkan ditempat yang bisa membuat anaknya pintar dan cerdas. Memang
kepintaran dan kecerdasan tidak harus mencarh di sekolah tetapi dimasyarakat
atau lingkungan sekitar juga mempunyai pengaruh yang cukup siginfikan. Jika
disekolah sudah tentu peserta didik mendapat arahan dan didikan dari bapak/ibu
guru. Sehingga posisi orang tua sewaktu dilingkungan sekolah secara otomatis
digantikan oleh bapak/ibu guru. Oleh karena itu bapak/ibu guru, karyawan, staff
dilingkungan sekolah merupakan contoh bagi peserta didik. Berikut ungkapan yang
masih melekat pada diri kita, bahwa “Guru kencing berdiri murid kencing
berlari”, terasa menggema apabila seorang guru secara sengaja atau tidak
sengaja baik itu skala besar atau skala kecil melakukan perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan. Contoh skala
kecil menghardik siswa dengan kata-kata yang keras (jorok) ataupun yang lainnya yang mencerminkan bukan seorang
pendidik. Jelas perbuatan itu merugikan seorang guru dan bahkan bisa mencoreng
muka institusi sekolah apabila sudah terdengar sampai ketelinga masyarakat.
Bahasa entertainmennya adalah gosip atau rasan-rasan ibu-ibu arisan, yang acara
d TV menjadi tontonan besar, karena mengalahkan semua kegiatan apabila acara TV
itu akan mulai. Itulah efek dari perbuatan kecil yang bisa menjadi besar.
Bahkan di media ataupun d TV ada berita seorang guru menampar siswa yang nakal.
Orang tua lapor polisi dan itu disebut tindak pidana. Ironis memang seorang
guru yang sudah minimal bergelar Sarjana atau D IV melakukan pemukulan hanya
karena siswa nakal yang belum tentu tidak bisa di nasehati. Mungkin guru lagi
emosi karena banyak masalah pribadi dikeluarga atau di masyarakat. Memang Guru
juga seorang manusia. Minimal guru harus bisa mengerem tindakan perbuatan yang
tidak menyenangkan. Karena akan mengakibatkan kerugian pada diri seorang guru.
Sehubungan dengan
tema di atas tulisan pada paragraf pertama penulis menggarisbawahi bahwa untuk
mengedepankan budaya kejujuran maka seorang guru harus jujur dahulu dalam hal
kegiatan akademiknya. Karena proses belajar mengajar tempatnya yang utama
berada di lingkungan sekolah. Budaya kejujuran harus dimiliki oleh seorang
guru, karyawan, staff, dan Kepala Sekolah dilingkungan sekolah itu berada.
Sehingga peserta didik secara alami akan mengikuti budaya kejujuran yang diajarkan
atau tidak diajarkan secara langsung dan tidak langsung oleh guru. Misalkan
jika seorang guru menerangkan materi pelajaran maka guru harus jujur dalam
menyampaikannya, materi tidak di tambahi dan dikurangi bobotnya sehingga bisa
melenceng dari kompetensi dasarnya. Alhasil pun peserta didik akan menjadi
manusia yang subur, subur ilmunya, subur perilakunya, subur hidupnxa dan subur
rejekinya karena biasanya orang jujur pasti makmur. Jangan diplesetkan menjadi
“jujur akan ajur”, itu kalimat bagi orang-orang yang putus asa, tidak mengedepankan kejujuran dan keadilan.
Atau plesetan lain “jujur kacang ijo”, sanggahan para peserta didik pada saat
guru menerangkan kejujuran. Karena para peserta didik mengganggap kejujuran
adalah hal yang gampang didengarkan tapi tidak gampang dilaksanakan.
Sungguh ironis kejujuran di jaman sekarang, mungkin terlalu
canggih teknologinya, atau mungkin seorang guru tidak merasa sulit dalam
menyampaikan budaya kejujuran akademik terutama dalam mengerjakan soal. Apalagi sebentar lagi ada Ujian Nasional
Tahun 2012 bagi tingkat SMA/SMK/MA seluruh Indonesia. Sampai-sampai para
pejabat di bawah Kementrian Pendidikan Nasional istilahnya dibaiat atau
disumpah dalam pelaksanaan Unas Tahun 2012. Mulai dari Diknas Propinsi, Diknas
Kabupaten/Kota, UPTD dan para Pengawas Ruang melalui Rayon dan sub Rayon harus
menandatangani “Pakta Kejujuran” dalam meyelenggarakan UNAS Tahun 2012. Bahkan
peserta UNAS Tahun 2012 di LJK harus ditulisi “Saya mengerjakan Soal ini dengan
Jujur” sebelum kolom tanda tangan. Sebegitu galaunya Kantor Menteri Pendidikan
Nasional Bapak Prof. Dr. Ir. M. Nuh, DEA
(www.kemdiknas.go.id). Sehingga mengusulkan adanya “Pakta Kejujuran”
dan harus dilaksanakan dijajaran bawah kementrian Pendidikan Nasional. Entah
bernuansa politis jika masih ada kecurangan maka Menteri Pendidikan akan di
demo dan akhirnya dilengser oleh DPR. Karena Menteri dianggap ujung tombak
pelaksanaan UNAS Tahun 2012. Semua itu muncul dipermukaan agar citra pendidikan
tidak tercoreng oleh kecurangan-kecurangan di tahun sebelumnya. Sehingga efek
jangka panjangnya agar siswa tidak menjadi orang yang tidak jujur atau tidak
berakhlak mulia. Entah itu jadi
Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Hakim, Jaksa, Direktur, Jenderal,
pedagang, kontraktor, bahkan Guru, Dosen, Rektor, dan lain sebagianya. Guru
tetap menjadi Guru sampai pensiun jika PNS atau sampai akhir hayat jika Guru
Tetap Yayasan (GTY). Sehingga perilaku untuk membudayakan kejujuran harus
dimulai dari pendidik dilingkungan sekolah. Terutama Guru yang secara langsung
bertatap muka minimal 24 jam perminggu. Jika Gurunya jujur maka peserta didik
akan subur. www.smkm6donomulyo.sch.id